Saturday, January 5, 2013

PROSES SOSIOLOGI KELUARGA


PROSES SOSIALISASI DI LINGKUNGAN KELUARGA


Seorang bayi lahir ke dunia sebagai suatu organisme kecil yang egois dan diktator yang penuh dengan kebutuhan fisik dan mengatur segenap aktifitas orangtuanya. Ia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Oleh karena itu, seseorang perlu banyak belajar tentang segala sesuatu agar kehidupannya menjadi lebih maju. Salah satu yang harus dipelajari oleh seorang anggota baru dari suatu masyarakat ialah mempelajari sikap, nilai, dan norma yang berlaku di masyarakat. Proses inilah yang disebut “sosialisasi”. 
Ada beberapa definisi tentang proses sosialisasi antara lain menurut:
1. Havighurst dan Neuggarten mengatakan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar.
2. Thomas Ford Hoult, proses sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan.
3. Mead berpendapat, proses sosialisasi adalah proses individu dalam mengadopsi kebiasaan, sikap dan ide-ide dari orang lain dan menyusunnya kembali sebagaimana suatu sistem dalam diri pribadinya. 
Jadi, proses sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dirinya dapat berperan dalam lingkungannya tersebut.
Sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang dilakukan oleh seseorang dalam menghayati norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga menjadi bagian dari kelompoknya. Peranan keluarga bukan saja berupa peranan-peranan yang bersifat intern antara orang tua dan anak, serta antara yang anak satu dengan anak yang lain. Keluarga juga merupakan medium untuk menghubungkan kehidupan anak dengan kehidupan di masyarakat, dengan kelompok-kelompok sepermainan, lembaga-lembaga sosial seperti lembaga agama, sekolah dan masyarakat yang lebih luas.
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak.
Sebuah pepatah mengatakan bahwa perjalanan dimulai dari langkah pertama dan tradisi yang ditumbuhkan dalam keluarga merupakan langkah awal yang sangat penting. Pepatah ini memberi gambaran bahwa keluarga merupakan media pertama dalam menanamkan nilai-nilai. 
Jadi, Keluarga adalah orang pertama yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia. Oleh karena itu, keluarga dikatakan tempat pertama dan utama dalam sosialisasi.
A. Nilai-nilai yang Disosialisasikan
Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain menyebabkan seorang anak menyadari dirinya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, dalam keluarga anak akan menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama, yaitu saling tolong menolong dan mempelajari adat istiadat yang berlaku dalam lingkungan dan masyarakat. Hal tersebut akan diperkenalkan oleh orang tua yang akhirnya dimiliki oleh anak. Perkembangan seorang anak di dalam keluarga sangat ditentukan oleh kondisi situasi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki orangtuanya.
Dalam keluarga, melalui interaksi dengan orang tuanya maka anak dapat mempelajari berbagai hal, utamanya nilai-nilai sosialisasi yaitu:
1. Nilai-nilai Keagamaan
Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat. Contohnya, bagaimana cara shalat, mengaji.
2. Budi Pekerti Luhur
Biasanya orang tua ingin agar anaknya berkembang menjadi seseorang
yang memiliki budi pekerti luhur, yang dapat diajarkan atau dicontohkan
orang tua pada anaknya. Biasanya orang tua memakai patokan-patokan agama
atau patokan budaya sebagai pedoman. Lebih konkritnya, sejak kecil anak
diajarkan untuk tidak berbohong, tidak mengambil sesuatu barang miliknya,
patuh pada orang tua, berani membela kebenaran, tidak malu mengakui
kesalahan sendiri, dan sifat-sifat lainnya.
3. Gotong Royong
Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan
hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak
mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul
budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina
kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera
menipis.
4. Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer
Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti “tong kosong yang nyaring bunyinya”. Orang seperti ini tidak begitu disukai dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan.
5. Sikap Sabar dan Ulet
Sikap-sikap ini sejak dulu dimiliki nenek moyang kita. Maka dari itu
para orang tua hendaknya senantiasa menanamkan kesabaran pada anak dalam
menganggapi berbagai masalah dalam kehidupan.



6. Tata Krama
Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu
ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai
dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap
perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap
harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam
hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan,
sikap dan perbuatannya. Misalnya memberi salam, mencium tangan orangtua. 
Di dalam perkembangan usia anak, keluarga memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilai-nilai. Sebagai contoh melatih anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di situ dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka disitu mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan.
Karena keluarga berfungsi untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan anggotanya, maka diperlukan orangtua yang bijaksana, sebab sikap orangtua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan mempengaruhi perilaku anak. 



B. Dasar-dasar Sosialisasi
Rumah tangga merupakan unsur sosial yang paling sederhana dan berperan penting dalam menanamkan dasar-dasar sosialisasi. Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi individu atau seseorang. Kondisi-kondisi yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak, ialah:
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face to face secara tetap. Dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
b. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena merupakan buah cinta kasih hubungan suami isteri. Anak merupakan perluasan biologis dan sosial orang tuanya. Motivasi kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan anak. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa hubungan emosional lebih berarti dan efektif daripada hubungan intelektual dalam proses sosialisasi.
c. Oleh karena hubungan sosial di dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka orang tua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak. 
Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak. Oleh karena itu, orang tua sangat berperan untuk:
1. Selalu dekat dengan anak-anaknya,
2. Memberi pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan,
3. Mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas dan sebagainya,
4. Ibu dan ayah dapat membawakan peran sebagai orang tua yang baik serta menghindarkan perbuatan dan perlakuan buruk serta keliru di hadapan anak-anaknya, dan
5. Menasihati anak-anaknya jika melakukan kesalahan serta menunjukkan dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar.
Apabila terjadi suatu kondisi yang berlainan dengan hal di atas, maka anak-anak akan mengalami kekecewaan. kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan kepentingan-kepentingannya, sehingga anak merasa diabaikan, hubungan anak dengan orang tua menjadi jauh, padahal anak sangat memerlukan kasih sayang mereka, dan
2. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak sehingga sang anak menjadi tertekan jiwanya. 
Sosialisasi dari orangtua sangatlah penting bagi anak, karena anak masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah kematangan.



C. Cara-Cara Sosialisasi
Dalam proses sosialisasi terjadi hubungan timbal balik antara kedua orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut interaksi sosial. Dalam interaksi ini ada beberapa metode yang memberikan pengaruh terhadap hasil interaksi sosial yaitu:
1. Imitasi (meniru). kecenderungan meniru merupakan naluri yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Dampak positif dari imitasi ialah mendorong seseorang untuk mengetahui norma dan nilai yang berlaku. Misalnya, Seorang ayah yang memberikan contoh bagaimana cara makan yang baik dalam keluarga hal itu akan ditiru oleh anggota keluarga lainnya.
2. Sugesti. Faktor sugesti berlangsung bila seseorang memberi pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya kemudian sikap itu diterima pihak lain. Misalnya, orangtua yang menceritakan keberhasilannya dalam studi dengan menggunakan metode belajar tertentu akan memberikan motivasi langsung pada anaknya.
3. Identifikasi. Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Misalnya, seseorang yang ingin menjadi seperti tokoh idolanya yang dihormati dan dikaguminya karena kedudukannya yang lebih tinggi atau mungkin tipe-tipe ideal yang mempunyai kelebihan yang dapat dijadikan panutan dan teladan untuk dirinya.
4. Simpati. Simpati ialah kesenangan seseorang untuk langsung merasakan sesuatu dengan orang lain. Perasaan simpati ini banyak timbul dari hubungan antar manusia dan manusia lain. Misalnya, kerja sama atau tolong-menolong. 
5. Ganjaran dan hukuman. Tingkah laku anak yang salah, tidak baik dan kurang pantas harus mendapat hukuman, sedangkan tingkah laku yang sebaliknya mendapatkan ganjaran. Dengan hukuman anak menjadi sadar bahwa tingkah lakunya salah, tidak baik bahkan tidak pantas di masyarakat. Sebaliknya, dengan ganjaran anak menjadi sadar bahwa tingkah lakunya baik, terpuji dan diterima oang lain. Melalui proses hukuman dan ganjaran ini secara perlahan-lahan dalam diri anak berkembang kesadaran akan norma-norma sosial. 
KESIMPULAN
Keluarga adalah basis pendidikan yang paling utama, dan orang tua merupakan figur utama pendidik dalam keluarga. Keteladanan orang tua merupakan pola pendidikan yang paling ringkas, simpel dan efektif. Kasih sayang dan komunikasi antar anggota keluarga ditambah dengan contoh nyata dari figur orang tua merupakan unsur penting dalam mendidik buah hati kita. Orang tua yang luar biasa adalah orang tua yang disegani, ditaati dan diteladani oleh anak-anaknya.
Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak.
Fungsi sosialisasi dalam keluarga adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk personalitynya. Anak-anak itu lahir tanpa bekal sosial, agar si anak dapat berpartisipasi maka harus disosialisasikan oleh orang tuanya tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Jadi, dengan kata lain, anak-anak harus belajar norma-norma mengenai apa yang senyatanya baik dan norma-norma yang tidak layak dalam masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka anak-anak harus memperoleh standar tentang nilai-nilai apa yang diperbolehkan, apa yang tidak diperbolehkan, apa yang baik, yang indah, yang patut, dan sebagainya. Mereka harus dapat berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya dengan menguasai sarana-sarananya.
Dalam keluarga, anak-anak mendapatkan segi-segi utama dari kepribadiannya, tingkah lakunya, tingkah pekertinya, sikapnya, dan reaksi emosionalnya. Oleh karena itulah keluarga merupakan perantara di antara masyarakat luas dan individu. Perlu diketahui bahwa kepribadian seseorang itu diletakkan pada waktu yang sangat muda dan yang berpengaruh besar sekali terhadap kepribadian seseorang adalah keluarga, khususnya seorang ibu.
DAFTAR PUSTAKA



Suhendi, Hendi dan Ramdani Wahyu, 2001, Pengantar Sosiologi Keluarga, Bandung, Pustaka Setia.
Ahmadi, Abu, 2004, Sosiologi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta.

0 comments:

Post a Comment