Monday, December 10, 2012

Masyarakat Multikultur


TUGAS MASYRAKAT MULTIKULTUR
BAGAIMANA MENURUT ANDA TENTANG CARA MENGATASI MASALAH KONFLIK  YANG MUNCUL PADA AKHIR-AKHIR INI DILUAR  PULAU JAWA



Disusun oleh
REGINA SUCI PRIMA YUNI



Indonesia  memilki kebudayaan yang berbeda-beda sehingga terdapat sruktur masyarkat majemukMasyarakat majemuk adalah suatu kondisi dimana masyakarat yang terbagi menjadi perbedaan (diferensi social) yang terdiri dari berbagai strata, ekonomi, ras, suku bangsa, agama dan budaya yang berjalan dengan apa adanya, dan bahkan bisa menimbulkan konflik karena perbedaan tersebut. Sedangkan masyarakt multicultural adalah suatu kondisi masyrakat yang majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Namun dibalik itu semua terdapat juga konflik-konflik akibat dari  difrensiasi social yang terjadi di luar Pulau Jawa.
Contohnya saja konflik Konflik Antar Agama & Etnis di Poso & Sampit
Kerusuhan yang berlatarbelakang agama, etnis, dan golongan terjadi di Poso, Sulawesi Tengah pada 17 April 2000. Dalam kerusuhan tersebut terjadilah saling serang antara desa Nasrani dan desa Islam. Menurut data Polri, kerusuhan tersebu memakan korban 137 orang meninggal, sedangkan menurut militer 237 orang meninggal, 27 luka-luka, puluhan rumah rusak dan dibakar, 1 bus dibom, beberapa gereja dirusak, dibakar, dan dibom.
Kerusuhan ini terjadi pada masa kepemimpinan Kapolri Rusdihardjo. Kapolri pun bergegas mengatasi kerusuhan ini, alhasil Polri pun berhasil menangkap 114 tersangka, 77 diantaranya membawa senjata tajam dan senjata api rakitan, selebihnya terlibat dalam kasus pembakaran, penjarahan, dan menghasut massa. Lalu mereka pun diajukan ke pengadilan untuk diproses secara hukum. Kemudian pada masa Kapolri Suroyo Bimantoro terjadi kerusuhan etnis di daerah Sampit dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah. 
Konflik etnis yang terjadi di Sampit dan sekitarnya adalah permusuhan antara dua suku, yakni Suku Dayak (asli) dan Suku Madura (pendatang).Peristiwa kerusuhan yang pecah pada 18 Februari 2001 di Jalan Karyabaru, Sampit dan di Jalan Tidar Cilik Riwut (km 1, Sampit) dipicu oleh serangan yang dilakukan kelompok suku Madura terhadap suku Dayak. Dalam peristiwa penyerangan tersebut 7 orang suku Dayak dan 5 orang Madura meninggal. Akibat dari penyerangan tersebut adalah terjadinya serangan balas dari suku Dayak terhadap suku Madura yang mengakibatkan 87 orang meninggal, sebagian besar dari suku Madura
Rincian jumlah korban yang jatuh dalam kerusuhan ini menurut Polda Kalteng adalah 388 orang (164 diantaranya tanpa kepala) dari suku Madura dan dari suku Dayak hanya 16 orang meninggal serta 2 orang suku Banjar. Sedangkan kerugian material sebanyak 1.234 rumah dibakar dan 748 rumah dirusak. Sedangkan untuk kendaraan, 16 unit mobil, 48 unit motor, dan 114 becak dibakar. Ditambah lagi sebuah pasar, 75 kios, 29 ruko, 14 gudang dirusak/dibakar. Selain itu, polisi pun menyita barang bukti kerusuhan berupa 9 pucuk senjata api rakitan, 98 buah bom rakitan, 410 buah mandau, 374 buah tombak, 455 buah parang, 41 buah kapak, 1 buah samurai, dan 10 buah linggis.Pada kerusuhan Sampit, tercatat sebanyak 65.134 orang Madura mengungsi dan di- evakuasi ke Surabaya menggunakan 5 kapal laut.
Cara Mengatasi Konflik Antar Agama & Etnis di Poso & Sampit
Mengatasi konflik social baik massa berbasis agama maupun berbasis ideology non agama, misalnya megusulkan dua jalur resolusi konflik , jika konflik melibatkan masa, harus dilakukan hal-hal
1.      Tindakan koersif (paksaan) perlu ada pengaturan administrative, penyelesaian hukum, tekanan poliyik dan ekonomni.
2.      Memberikan intensif seperti memberikan penghargaan kepada komunitas yang mampu menjaga ketertiban dan keharmonisan masyrakat
3.      Tindakan persuasive, terutama terhadap ketidakpuasan  yang dihadapi masyarakat dalam mengahdapi realitas social,politik, economi
4.      Tindakan normative, yakni melakukan proses pembangunan presepsi dan keyakinan masyrakat akan system social

Sementara untuk konflik kekerasaan yang lebih bersifat vertical, perl;u dilakukan dengan cara rekonsiliasi atau penyelesaian politik yang menguntungkan masyarakat luas.
Mungkin saja salah satunya yaitu kalangan pengusaha hingga tingkat mahasiswa harus ikut berperan menangani konflik yang terjadi di Poso dengan melakukan tindakan nyata agar masyarakat setempat tidak hanya terfokus pada masalah politik. “Jangan hanya bergantung pada aparat keamanan. Tetapi pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat, mahasiswa harus bersatu membangun secara paralel. Seluruh kalangan itu harus bekerja sama agar kerusuhan di Poso segera berakhir, termasuk antara ulama dengan umaro juga harus bersatu. “Mereka harus bersanding, bukannya bertanding,”.
Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat tidak menyalahi aturan, meskipun upaya penegakan hukum telah menimbulkan korban jiwa dari warga sipil serta anggota Polri , karena memang kejadian itu sulit dihindari. kerusuhan yang menimpa di Poso merupakan rekayasa dan berasal dari luar Poso yakni dari pihak asing. Ia mengingatkan, kelompok sipil bersenjata yang berada di tengah-tengah masyarakat Poso perlu mendapat perlakukan khusus, karena dalam keadaan seperti ini, masyarakat akan menjadi tameng bagi mereka.
Nah, untuk memecahkan sebuah permasalahan seperti yang sedang terjadi di Poso sebenarnya tidaklah terlalu sulit bila semua pihak mau berikrar secara serius dan tulus. Artinya, semua kepentingan sepihak dan sepotong-potong yang menghimpitnya selain kepentingan bersama harus dihilangkan terlebih dahulu. Pencegahan sedini mungkin tindakan provokasi dan intimidasi diantara masyarakat harus diutamakan. Terutama, perlunya kewaspadaan terhadap gerak-gerik seseorang atau sekelompok orang yang berusaha bermain api dalam sekam. Barulah kemudian upaya penegakkan hukum harus benar-benar dilaksanakan. Harapan kita masyarakat Poso akan kembali dapat hidup dengan tenang dan damai.

Jika diamati secara jujur, apa yang sedang dialami di Poso tidak saja aneh tapi juga tak masuk di akal sehat. Sebab, semua orang tahu bahwa soal penggunaan senjata bagi warga sipil bukankah aturannya cukup ketat. Artinya tidak sembarang orang bisa membawa atau memiliki senjata apalagi yang mematikan. Anehnya, kenapa justru warga sipil khususnya di Poso begitu bebas memiliki senjata







0 comments:

Post a Comment