Struktur dan Proses Sosial
Di daerah tempat tinggal saya di
“Padang” dalam ruang lingkup Minangkabau, terdapat struktur dan proses social
didalam masyarakatnya, dan juga meliputi empat aspek yang ada dalam struktur
dan proses social, diantaranya ada norma sial, kelompok social, lembaga social,
stratifikasi social, yang pertama yang akan dibahas tentang norma-norma dalam
masyarakat setempat.
Norma adalah ukuran atau pedoman perilaku manusia.
Macam-macam norma terdiri dari agama, kesusilaan, kesopanan, adat istiadat,
kebiasaan dan hukum. Bentuknya ada yang tertulis dan tidak tertulis. Sebagai
masyarakat adat. Sebagai masyarakat adat, masyarakat
Minangkabau meyakini bahwa norma-norma, tata nilai yang terkandung di dalam
ajaran adat merupakan pedoman hidup yang didasari oleh kontemplasi yang dalam
terhadap fenomena alam, dan norma-norma yang ada dalam masyarakat minangkabau
diantaranya,
1. Norma
kesopanan
Norma kesopanan
dilihat dari tingkah laku masyarakat,cara bersikap dalam pergaulan dan
berbicara. Didalam masyarakat minangkabau norma kesopanan sangat dijunjung
tinggi, dan memberikan aturan-aturan yang sangat esensial agar terciptanya kehidupan yang tertib dan
damai, aturan-aturan itu antara lain
mengatur hubungan antara wanita dan pria, aturan mengenai harta kekayaan, yang
menjadi tumpuan kehidupan manusia, norma-norma tentang tata krama pergaulan dan
sistim kekerabatan.
2.
Norma Agama
Norma agama yang
dipatuhi oleh seluruh masyarakat Minangkabau, untuk keselamatan dunia dan
akhirat, dilihat dalam segi filosofi
adat Minangkabau yang merupakan landasan dan system nilai menjadikan masyarkat
yaitu
“ ADAT BASANDI
SYARAK. SYAK BASANDI KITABULLAH” artinya, “Adat bersendi syarat,syarat bersendi
kitabullah”, maksud dari filosofi tersebut adalah kerangka filosofis adat
minangkabau dalam memahami dan memakai eksistensinya sebagai makhluk allah, dan
kini menjadi budaya orang Minangkabau lahir dari masyarakatnya dan melalui
proses yang panjang. Falsafah adat tersebut tidak menafikan bahwa masyarakat Sumatera
Barat merupakan masyarakat yang majemuk, bahkan memberi ruang kepada setiap
orang untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing sesuai dengan Hak
Asasi Manusia.
3.
Norma Hukum
Norma hukum
merupakan, norma yang tegas sanksinya, sanksinya yang bersifat tegas dan
memaksa, didalam msayarakt minangkabau sangat dijunjung tinggi kedamaian,
ketentraman, dan kejujuran. Setiap norma hukum lengkap dengan pranatanya,
sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk memilih pranata hukum mana yang
dapat memberikan peluang untuk mencapai keinginan mereka. Sebaliknya juga tidak
tertutup kemungkinan bahwa pranata hukum yang ada juga ikut memilih kasus mana
yang akan mereka tampung dan mana yang ditolak, berdasarkan kepentingan lembaga
itu sendiri, Dalam menjelaskan pola pilihan hukum dan pranatanya itu tidak
dapat dilepaskan dari sistem kebudayaan, system kepercayaan, dan sistem hukum
yang berkembang dalam masyarakat.
4.
Norma adat
Norma adat yang
ada dalam Minangkabau,sangatlah kuat. Norma adat masyarakat Minangkabau dilihat
dari. Pandangan Terhadap HidupTujuan
hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang
Minangkabau mengatakan bahwa "hiduik bajaso, mati bapusako". Jadi
orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup, dan
selanjutnya norma adat Terhadap Kerja, Sejalan dengan makna hidup bagi orang
Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan
kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat
membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil
kerja dapat dihindarkan "Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak
barameh"(hilang warna karena penyakit, hilang bangsa karena tidak
beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab
itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.
5.
Norma kebiasaan
Merupakan
norma yang dilakukan secara berulang-ulang, contohnya saja ketika diadakan
acara “Pulang Basamo” atau pulang bersama dalam masyarakat minangkabau yang ada
diperantauan.
Bagi anak
laki-laki yang sudah siap nikah tapi belum mampu secara finansial, dalam
tradisi minang, diwajibkan untuk merantau, kalau dia tidak merantau dia akan
menjadi bahan cemooh dari masyarakat sekitar. Kebiasaan merantau juga berfungsi
sebagai suatu perjalanan spiritual dan batu ujian bagi kaum lelaki Minangkabau
dalam menjalani kehidupan. Kaum pria Minangkabau yang biasanya telah menguasai
ilmu beladiri pencak silat untuk menjaga diri, berangkat pergi merantau dari
kampung ketempat yang jauh hanya berbekal sehelai kain sarung dan sedikit uang,
bahkan tak jarang tanpa uang sama sekali. bahkan
kita disini pasti pernah dengar prinsip mereka di tanah rantaunya “ dimano bumi
dipijak, disitu langik dijunjuang”. Bagi pria yang merantau mereka akan sangat
bangga ketika mereka kembali ke kampuang halaman yang telah sukses ditanah
rantaunya, sewaktu ada ditanah rantau mereka bekerja dengan kerasya tapi mereka
tak melakukan pekerjaan yang haram, hampir semua dari masyarakat minang adalah
muslim yang taat sehingga insyaallah, mereka juga tetap menjaga syariah islam
ditanah rantaunya.
Kelompok social merupakan himpunan manusia yang hidup bersama, yang ada dalam masayrakat Minangkabau,
kelompok social yang ada seperti yang terjadi dalam setiap suku yang ada,
setiap suku-suku Minangkabau memilki kelompok social tersendiri, system
kemasyarakatan yang ada dalam masyarakat Minangkabau menjadikan itu kelompok
social, disetiap daerah, atau dimana masyarakat Minangkabau merantau mereka
mendirikan kelompok social atau himpunan-himpunan dalam masyarkat Minangkabau,
sepeti yang ada didaerah “Yogyakarta”
adanya kumpulan masayarakat Minangkabau yang bekerja atau melanjutkan
sekolah di Yogyakarta, Guna menampung dan menyalurkan aspirasi dan bakat di
kalangan pemuda-pemudi keluarga etnis Minangkabau di perantauan, sejumlah
pemuda pemudi dari berbagai puak bersama orang-orang yang dituakan atau tokoh
masyarakat Minang di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun sepakat
membuat suatu wadah yang diberi nama Himpunan Pemuda Pemudi Minang
Pematangsiantar-Simalungun (HIPPMI). P. Siantar.
Stratifikasi social, merupakan
pelapisan social yang ada dalam
msyarakat, dilihat dari masyarakat minangkabau
stratifikasi yang terjadi juga dapat dibagi dua.
1.
Stratifikasi tertutup, merupakan startifikasi
social yang tidak memungkinkan berpindah posisinya, dilihat dari masyarakat
Minangkabau stratifikasi tertutup itu masih terjadi, contohnya saja, dengan
sebagian masayarakat Minangkabau yang
masih primitif, atau suku-suku yang ada di Minangkabau menyebabkan
masyarakatnya hanya bergantung pada pekerjaan mereka, bekerja,bertani,mengembala hewan-hewan
ternak, berdagang,pengrajin bagi mereka bertani atau dengan bekerja di kebun
yang sudah menjadi turun temurun dari keluarganya sudah cukup, mereka tidak
lagi mementingkan pendidikan. Meskipun mereka mempunyai sawah,kebun,ternak,
mereka masih merasa kekurangan, kekurangan dalam bidang kehidupan, misalnya
saja pendidikan, disebabkan mereka tidak bisa menerima budaya yang datang dari
luar, mereka masih mempertahankan adat istiadat daerah mereka.
2.
Startifikasi terbuka, startifikasi yang bisa
terjadi naik atau turun, ini dialami oleh masyarakat Minangkabau yang sudah
mulai sadar akan pendidikan atau ingin status sosialnya tinggi, biasanya
dialami oleh percampuran dari masyarakat pendatang dan masyarakat asli yang mau
menerima perubahan yang terjadi, dan meningkatkan status social mereka.
0 comments:
Post a Comment